A VEIL IN SEVENTEEN
YEARS
Aku masih tertegun diatas pulau
kapuk saat suara adzan berkumandang,
”Assholatu khoiruminannaum...”. Sampai diulang dua kali lafadz itu ku masih
juga bergeming, suara adzan yang terdengar tidak begitu jauh dari dua bilah
kayu rumah itu pun sepertinya memang memaksaku untuk ikut merapat. Namun rasa
kantuk masih bergantung di kedua mataku, dan aku masih nyaman dengan “pulau
kapukku” yang begitu banyak mengukir berjuta mimpi didalamnya. Dengan rasa
berat aku pun akhirnya bangkit dari kenikmatan sesaat itu, lalu berjalan dengan
lemas karena rasa kantuk itu masih sedikit menempel dimataku, sembari ku
berjalan menuju kamar belakang tempatku mengambil air wudhu. Dengan kucuran air
yang membasahi seluruh anggota tubuhku sangat membuatku menjadi lebih fresh,
sehingga mata dan pikiran melek seketika.
Aku pun bergegas untuk menunaikan
sholat wajib itu dengan khuyuk, kemudian setelah selesai ku bergegas mandi
karena senja telah menampakkan wajahnya dengan senyuman cerah. Pagi itu hari
jum’at, ku sedikit agak terburu-buru karena setiap hari jum’at tempatku
bersekolah selalu rutin mengadakan kegiatan “Muhadoroh”, yang wajib diikuti
oleh seluruh siswa ataupun siswi yang beragama muslim. Aku pun kemudian
bergegas tuk mandi, selesai mandi aku pun segera memakai seragam muslim
sekolahku dengan menggendong tas biru bergambar dora’emon animasi kartun yang
kusenagi, sambil ku menuju meja makan yang disana ada sosok wanita berhijab yang
sudah berkeluarga sedang menyiapkan sarapan pagi untuk ayah,adik,dan aku.
“Ibu selamat pagi”, ku menyapa ibu
dengan penuh senyuman, tidak lupa juga ku menyapa ayah dan adikku.
“Pagi juga sayang”, sahut ibu
tersenyum sambil mengaduk segelas susu yang dibuatkannya untukku.
Setelah selesai sarapan ku bergegas
untuk berangkat ke sekolah dengan adikku. “Ibu,Ayah..... aku berangkat yahh,
assalamu’alaikum, ucapku dan adikku.
“Wa’alaikumsalam,hati-hati
ya nak”, jawab keduanya bersamaan.
Aku dan adiku berangkat ke sekolah bersama
dengan mengendarai sepeda, karena arah yang bersamaan dan tak begitu jauh dari
sekolahku. Ku mengantar adikku sampai depan pintu gerbang sekolahnya dan
memastikan dia masuk ke dalam kelas. Aku pun melanjutkan mengayuh sepeda sampai
ke sekolah dengan sedikit menambah kecepatan karena ku tersadar kembali bahwa
hari ini hari Jum’at dan aku tak mau telat, waktu pun terus berjalan dan kaki
yang mengayuh pedal sepeda yang ku kendarai telah berhasil mengantarku sampai
tempat parkir sekolah dengan selamat.
“Alhamdulillah, akhirnya sampai
juga”, ku mengucap syukur sambil mengusap dada yang detak jantungku berdetak
kencang karena takut terlambat.
Aku pun masuk kelas dan mengikuti
pelajaran dengan baik, saat itu mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu bu Nurul,
dia memberikan tugas sementara karena akan melaksanakan rapat dengan kepala
sekolah.
“Anak-anak, ibu akan memberikan
kalian tugas membuat puisi, nanti kalau ibu sudah masuk kelas semuanya sudah
harus selesai”, kata bu Nurul saat memberi tugas.
“Iya buu”, jawab serentak murud yang
ada di dalam kelas itu,mendakan mereka semua paham akan tugasnya.
Mereka pun sibuk untuk mengerjakan
tugas yang di berikan oleh bu Nurul, begitu pun dengan aku yang sibuk membuat
puisi tentang “IBU”, karena tema yang di berikan guruku bebas.
“Assalamu’alaikum, bagaimana
anak-anak apakah sudah selesai puisinya,,?”, ucap ibu sambil bertanya kepada
kami.
“Sudah buu,,”, kami menjawab
serentak.
Satu demi satu bu Nurul menyebutkan
nama dari absen yang di pegangnya, akhirnya giliranku untuk membacakan puisi di
depan kelas dengan penuh kasih dan sayang ku baca puisi itu di depan kelas yang
di lihat oleh teman-teman dan guruku. Mereka semua memberi tepuk tangan saat ku
selesai membaca puisi yang berjudul “IBU”.
Waktu pun menunjukkan pukul 09.30
dan tak lama kemudian bel berbunyi. “Teeettttttt”, bunyi satu kali bel
menandakan waktu istirhat telah tiba. Aku dan teman-teman ku pun jajan bersama
ke kantin sekolah. Setelah jam istirahat usai seluruh siswa pun masuk kembali
ke kelas masing-masing dan mengikuti pelajaran selanjutmya hingga pukul 11.30.
Istirahat kedua pun berbunyi dengan dua kali nada, “Teeetttttttt,
Teeetttttttt”, menandakan istirahat kedua. Istirahat kedua ini dilakukan untuk
istirahat dan sholat jum’at bagi siswa laki-laki, istirahat dan keputrian untuk
para siswi.
Keputrian di laksanakan di kelas
masing-masing, disini saatnya kita menerima siraman rohani yang selain di
terima dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan dihadiri oleh mentor
yang sudah di siapkan oleh guru.
“Assalamu’alaikum”, seseorang
berhijab panjang mengucap salam sambil mengetok pintu kelas.
“Wa’alaikumsalam”, sahut kami
serentak menjawab salam.
Kegiatan yang setiap hari jum’at di
laksanakan itu pun berjalan dengan mulus dan santai, di dalamnya kita bisa
sharing, tanya jawab, dan tak lupa pula di berikan tausiyah yang dapat
menyejukkan hati di siang yang agak panas itu. Selesai sudah kegiatannya dan
tiba saatnya semua siswa dan siswi untuk pulang ke rumah. Ku pulang dengan
penuh semangat walau terik matahari berdiri tepat di atas kepalaku. Aku pun
sampai di rumah.
“Wahhhh,cukup melelahkan hari ini”,
kataku berbicara sendiri sambil melepas hijab di dalam kamar. Aku pun tersentak
diam sejenak sambil melihat ke arah cermin yang melekat pada pintu lemari yang
sudah terbilang tua. Saat itu aku terpikirkan oleh perkataan mentor yang tadi
ada di kegiatan keputrian, dia menyampaikan hadist tentang kewajiban menutup
aurat bagi wanita. “Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, setiap kali mereka
keluar, syeitan akan memperhatikannya. (HR.Bazzar & At-Tirmizi)”, mentor
itu menyampaikannya kepada semua teman-teman termasuk aku.
Ku terpikirkan dan melamun,
sampai-sampai saat ibu memanggilku dan ibu akhirnya mengampiri ke kamarku tanpa
ku mengetahuinya.
”Mba sedang apa,ibu panggil kok
tidak nyahut”, tanya ibu pada ku.
“Tidak ada apa-apa bu”, jawabku agak
sedikit nervous karena kaget.
“Ya sudah, ibu hanya ingin mengajak
kamu makan siang bersama di ruang makan”,ajak ibu padaku.
“Iya ibuku yang cantik, nanti aku
nyusul ya bu, aku mau ganti pakaian dulu”, kataku sambil tersenyum pada ibu.
Aku pun menyusul Ibu ke ruang makan,
dan makan bersama keluarga kecil kami, meskipun saat makan ku masih teringat
dengan hadist yang sempat membuatku melamun di kamar.
Senja pun telah menenggelamkan
dirinya sedikit demi sedikit, awan mulai berubah warna dan binatang-binatang
telah masuk ke kandangnya masing-masing. Ku tutup pintu rumahku seolah-olah ku
memandang ke arah senja yang menyapaku selamat datang malam, seperti biasa hal rutin
yang ku lakukan, aku dan sahabat sebayaku Ira Wahyuni namanya, ku biasa panggil
Ira. Setelah adzan maghrib berkumandang dia selalu mengajakku untuk menunaikan
ibadah sholat maghrib berjamaah di masjid yang tak begitu jauh dari rumah kita.
Kita berjalan beriringan dengan
membawa alat sholat yang di sedekap oleh kedua tangan kita masing-masing,
sembari ku memulai mengajak Ira sahabatku saat pergi ke masjid untuk memakai
hijab, karena sekarang aku sudah tahu bahwa setiap kali seorang wanita keluar,
maka syeitan akan memperhatikannya. Sebab itu aku mulai mengajak Ira untuk
mengenakan hijab di saat ia keluar rumah sekalipun, dan aku juga tidak hanya
mengajak teman baikku itu untuk mengenakan hijab tetapi aku juga mulai menutup
aurat dengan berpakaian yang syar’i yang telah mentor aku sampaikan dan ibu juga
menasihatinya kepadaku.
Sekian lama kurasakan memakai hijab
dan pakaian yang syar’i telah membuat hidup dan hari-hariku terasa lebih
berwarna, tak kusangka hari,bulan,tahuun berputar begitu cepat, tibalah saat
tanggal 12 Juli sangat amazing dan bahagia sekali bagiku, diberikan surprise
sebuah kado dari ibu saat ku buka berisi sehelai pakaian dan hijab yang cantik
untukku sebagai kado ulang tahunku yang ke-17, dan tidak lain lagi saat ulang
tahun sahabatku yang bernama Ira, ia ku hadiahkan dengan sehelai hijab berwarna
dasar merah dan bercorak bunga-bunga dengan ku bungkus kertas kado yang cantik,
tanggal kelahirannya tidak beda jauh denganku yang hanya selang 3 hari.
Senangnya aku saat ku bisa mengajak seseorang dalam kebaikan dan spesialnya
sahabatku itu aku beri kado hijab cantik saat ulang tahun yang ke sweet
seventeen.
Harapan ibu, ayah, adik dan yang
pastinya aku, saat kami merayakan syukuran kecil- kecilan di ruang keluarga
dengan di temani kue tar ala kadarnya serta di atasnya berdiri liin 17 tahun
yang ibu buatkannya spesial untukku, berharap dengan umurku yang semakin
bertambah dewasa lebih memahami hakikat seorang wanita,selekas aku memakai
hijab aku bisa memperbaiki lagi akhlak dan perilaku sedikit demi sedikit dan
menjadi lebih baik. Ibu, ayah, dan adikku memelukku bersama-sama dan hatiku
sangat senang sekali. Kemudian ku lalui hari-hariku dengan penuh semangat dan
beristiqomah.
***